Senin, 17 Oktober 2011

Sebelum Air Semahal Emas…


Sebagian dari wilayah Indonesia saat ini masih mengalami kekeringan dan para petani berhenti bercocok tanam karena kekurangan air. Di perkotaan, masyarakat miskin yang tidak memiliki akses air tanah atau air PAM membayar jauh lebih mahal air-air dari tangki dan dalam jirigen-jirigen.  Di musim yang lain , dalam beberapa bulan kedepan masyarakat perkotaan akan mengkawatirkan hujan yang datang dan membanjiri wilayah mereka. Petani juga demikian, panenan bisa gagal karena kebanjiran. Lantas apa yang salah ?, tidak bisakah kita mengelola air sehingga tetap cukup di musim kering dan tidak banjir di musim hujan ?.

Sesungguhnya kita yang hidup di Indonesia ini harus banyak-banyak bersyukur. Kita hidup di negeri yang disediakan air dalam jumlah yang sangat mencukupi, masalahnya hanya di pengelolaan dan akses terhadap ketersediaan air ini.

Bayangkan bila kita hidup di bagian lain dari dunia ini yang mengalami apa yang disebut water stress, 1.1 milyar penduduk dunia hidup tanpa air minum yang bersih secara cukup dan 2.6 milyar penduduk hidup tanpa air sanitasi yang memadai.
Water Stress Zone
Water Stress Zone

Meskipun di Indonesia pada umumnya berada pada jalur biru di peta di atas – yaitu daerah yang bebas water stress, tetapi kenyataannya tidak sedikit penduduk negeri ini yang tidak mampu mengakses air minum bersih secara cukup, air sanitasi yang memadai dan gagal mengoptimalkan hasil lahan karena lahan tidak bisa diolah di musim kering.

Pada umumnya manusia seperti kita memang membutuhkan sangat banyak air. Di Indonesia secara langsung kita butuh sekitar 400 – 550 m3 air /tahun per orang. Kemudian untuk makanan kita, setiap kg beras dibutuhkan air  1.4 m3 air untuk memproduksinya. Untuk setiap kg daging sapi dibutuhkan 13 m3 air untuk meproduksinya. Belum untuk setiap buah yang kita makan, sayur yang mendampingi nasi kita dlsb. dlsb.

Dalam hal kebutuhan air ini, kita yang di Indonesia berada di range yang menengah.  Ada penduduk negeri-negeri lain seperti di Afrika seperti Angola, Congo, Chad – mereka hanya menggunakan air kurang dari 1/10 dari yang kita konsumsi, demikian pula yang hidup di negeri tetangga kita Papua New Guinea. Tetapi ada juga yang hidup sangat boros seperti mereka yang hidup di Amerika, Canada, Australia dan negara-negara bekas Uni Soviet, mereka ini memerlukan air tiga sampai empat kali dari yang kita butuhkan.

Artinya apa ini ?, secara global-pun sebenarnya air seharusnya cukup.  Hanya masalah pengelolaan dan akses yang membuat air menjadi tidak cukup. Memang karena sifatnya yangbulky – air tidak mudah dibawa dari Amerika ke Angola misalnya, tetapi kalau hanya air berlebih di Bogor – mestinya harus bisa menjadi solusi bagi kekurangan air di sebagian penduduk Jakarta.

Demikian pula halnya, ketika air hujan melimpah di musim hujan – mestinya ini bisa kita kelola untuk mencukupi kebutuhan air di musim kemarau – bagi lingkungan sekitar kita. Baik air untuk kebutuhan kita sendiri, air untuk bercocok tanam maupun air untuk ternak-ternak kita.

Selama enam tahun terakhir, ada belasan waduk kecil tadah hujan berhasil dibangun di Indonesia oleh beberapa pihak dan terbukti memakmurkan masyarakat sekitar. Insyaallah waduk kecil tadah hujan yang serupa akan kita bangun di Jonggol – di sekitar Pesantren Al-Qur’an Daarul Muttaqiin, saat ini sedang dicarikan pendanaan dan kontraktornya yang berpengalaman untuk ini. Pembangunan waduk mini tadah hujan ini juga merupakan upaya kita untuk meng-amini petunjuk yang sudah diberikan dengan begitu jelas olehNya :

Dan Kami turunkan dari langit air yang banyak manfaatnya lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-biji tanaman yang diketam, dan pohon kurma yang tinggi-tinggi yang mempunyai mayang yang bersusun-susun, untuk menjadi rezeki bagi hamba-hamba (Kami), dan Kami hidupkan dengan air itu tanah yang mati (kering). Seperti itulah terjadinya kebangkitan.” (QS 50 : 9-11).

Maka sebelum air itu mejadi semahal emas, orang rela membayar dengan harga berapa saja untuk kelangsungan kehidupannya – mengapa kita tidak mulai berbuat untuk menangkapnya dan menghematnya ?. InsyaAllah kita bisa…

Nikmatnya Kuda Tunggangan Umar…


Oleh Muhaimin Iqbal   
Selasa, 18 October 2011 06:53
Ada pelajaran dari Umar bin Khattab yang indah untuk diterapkan dalam mengelola emosi dan cara kita mensikapi segala sesuatu yang kita hadapi. Pelajaran tentang syukur dan syabar ini dituangkan dengan analogi yang mudah sekali dicerna melalui kalimat Umar : Jika sabar dan syukur itu adalah dua kuda tungganganmaka aku tidak peduli aku harus mengendarai yang mana”. Sikap yang selalu positif semacam ini-pun amat sangat berguna ketika kita mulai terjun di dunia usaha atau investasi dalam bentuk apapun.

Dalam mengamankan aset kita ke Dinar atau emas misalnya, pasti perasaan kita ikut bergejolak ketika harga emas berayun dari angka tertinggi ke angka terendah dan sebaliknya. Bagi yang orientasinya jangka pendek, bisa kecewa ketika harga turun drastis seperti hari-hari ini.

Namun bagi yang memahami trend jangka panjang, maka bisa jadi harga-harga rendah sekarang menjadi peluang tersendiri untuk lebih banyak mengamankan asetnya ke Dinar atau Emas mumpung daya beli Rupiah dan Dollar lagi perkasa.

Dalam investasi atau usaha sektor riil-pun demikian, tidak selamanya mulus. Guncangan-guncangan akan terjadi terutama justru di awal usaha ketika kita belum terlalu siap, oleh karenanya bagi pemula yang tidak tahan banting mayoritasnya akan berakhir di death valley.

Tetapi bagi para calon pengusaha sejati, justru death valley inilah kawah condro dimuko-nya. Bila dia berhasil melalui-nya sementara mayoritas orang tidak sabar untuk menempuhnya, maka hanya akan menyisakan sedikit saja pemain yang sungguh-sungguh mumpuni dibidang yang dipilihnya.

Saya ambil contoh nyata usaha sektor riil saya yang paling dalam dan lama death valley-nya yaitu peternakan kambing. Nampaknya sederhana hanya beternak kambing, orang-orang desapun mampu melakukannya dengan baik. Di atas kertas hitungannya juga begitu menarik, lantas apa masalahnya ?.

Ternyata ketika usaha peternakan kambing ini mau kita tingkatkan menjadi skala industry, segudang masalah itu datang silih berganti. Mulai dari masalah tenaga kerja yang kurang terampil, masalah kandang yang tidak ekonomis dan tidak tahan lama, masalah produksi susu yang tidak sesuai harapan, tingkat kematian yang tinggi, supply pakan yang tidak mencukupi dlsb-dlsb.

Mungkin karena segudang masalah ini pula sehingga industry perkambingan belum berkembang di negeri ini. Peternak yang pandai lumayan banyak, demikian pula para blantikdi pasar kambing juga jago-jago, tetapi secara keseluruhan industri kambing dan produk-produk turunannya nyaris belum muncul secara berarti di negeri ini.

Disinilah kuda Umar tersebut diatas menjadi begitu penting, dalam hal beternak kambing saya lagi menunggangi kuda sabar saat ini. Ternyata tidak kalah indahnya dengan kuda syukur yang pernah saya tunggangi di sektor-sektor bisnis yang lain.

Saya bayangkan saat ini saya sedang berada di punggung kuda sabar menelusuri lembah yang namanya death valley peternakan kambing, indahnya adalah karena lagi berada di lembah kini saya melihat hanya ada satu jalan, yaitu naik !. Satu demi satu masalah kita atasi, masalah tenaga kerja solved, masalah kandang solved secara par excellence, masalah kesehatan solved, masalah pakan belum solved namun  malah berpeluang untuk menjadi industry tersendiri dengan lahirnya solusi alfalfa.

Dan justru dari berbagai kesulitan dan masalah tersebut diatas kini kami bisa memformulasikan visi usaha sektor riil yang kami tuangkan dalam kalimat singkat “From Seed To Plate...”.  Mulai dari biji-biji yang kita tanam untuk menumbuhkan alfalfa, setelah tumbuh untuk memberi makanan bergizi bagi kambing-kambing kami, sebagian diambil susunya untuk produk-produk berbasis susu, sebagian anak-anak yang jantan dan betina yang apkir untuk menu kuliner berbasis kambing, dst.

Saya hanya berharap kuda sabar yang kini sedang saya tunggangi ini cukup kuat untuk mengantarkan saya naik ke bukit, dimana dia boleh istrirahat dan saya melanjutkan perjalanan dengan kuda yang lain, yaitu kuda syukur. Alhamdulillah keduanya nikmat untuk ditunggangi sebagaimana diungkapkan dalam hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam nan indah “Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, semua urusan baik baginya dan kebaikan ini tidak dimiliki oleh selain seorang mukmin. Apabila mendapat kesenangan ia bersyukur dan itulah yang terbaik untuknya. Dan apabila mendapat musibah ia bersabar dan itulah yang terbaik untuknya.” HR. Imam Muslim. Alhamdulillah…